Written by Super User on . Hits: 2656
- SEJARAH PEMBENTUKAN PENGADILAN
- SURAT KEPUTUSAN PEMBENTUKAN PENGADILAN
SEJARAH PEMBENTUKAN PENGADILAN AGAMA KLATEN
Pengadilan Agama Klaten mulai eksis bersamaan dengan lahirnya Undang - undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Peradilan Agama dan Peradilan Desa. Kantor Pengadilan Agama Klaten pada saat itu bertempat di komplek masjid raya Kabupaten Klaten, Selanjutnya pada tahun 1978 kantor Pengadilan Agama Klaten pindah ke kantor baru di Jalan Samanhudi no 09 Klaten dengan luas tanah 2120 meter persegi yang direhab dengan menggunakan dana DIPA PTA Semarang Tahun Anggaran 2007, dan diresmikan penggunaanya oleh ketua Mahkamah Agung RI (Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H.,M.CL.) pada tanggal 19 Juni 2008 bersamaan dengan peresmian 13 Gedung Pengadilan Agama se Jawa Tengah yang di pusatkan di Pengadilan Agama Mungkid, Kabupaten Magelang Jawa Tengah.
Perjalanan kehidupan sejarah pengadilan agama mengalami pasang surut. Adakalanya wewenang dan kekuasaan yang dimilikinya sesuai dengan nilai-nilai Islam dan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Pada kesempatan lain kekuasaan dan wewenangnya dibatasi dengan berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan, bahkan seringkali mengalami berbagai rekayasa dari penguasa (kolonial Belanda) dan golongan masyarakat tertentu agar posisi pengadilan agama melemah. Sebelum Belanda melancarkan politik hukumnya di Indonesia, hukum Islam sebagai hukum yang berdiri sendiri telah mempunyai kedudukan yang kuat, baik di masyarakat maupun dalam peraturan perundang- undangan negara. Kerajaan-kerajaan Islam yang pernah berdiri di Indonesia melaksanakan hukum Islam dalam wilayah kekuasaannya masing-masing. Kerajaan Islam Pasal yang berdiri di Aceh Utara pada akhir abad ke 13 M, merupakan kerajaan Islam pertama yang kemudian diikuti dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam lainnya, misalnya: Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Ngampel dan Banten. Di bagian Timur Indonesia berdiri pula kerajaan Islam, seperti: Tidore dan Makasar.
Pada pertengahan abad ke 16, suatu dinasti baru, yaitu kerajaan Mataram memerintah Jawa Tengah, dan akhirnya berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di pesisir utara, sangat besar perannya dalam penyebaran Islam di Nusantara. Dengan masuknya penguasa kerajaan Mataram ke dalam agama Islam, maka pada permulaan abad ke 17 M penyebaran agama Islam hampir meliputi sebagian besar wilayah Indonesia (Muchtar Zarkasyi : 21). Agama Islam masuk Indonesia melalui jaIan perdagangan di kota - kota pesisir secara damai tanpa melaIui gejolak, sehingga norma-norma sosial Islam dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat Indonesia bersamaan dengan penyebaran dan penganutan agama Islam oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Dengan timbulnya komunitas-komunitas masyarakat Islam, maka kebutuhan akan lembaga peradilan yang memutus perkara berdasarkan hukum Islam makin diperlukan. Hal ini nampak jelas dari proses pembentukan lembaga peradilan yang berdasarkan hukum Islam tersebut yakni: DaIam keadaan tertentu, terutama bila tidak ada hakim di suatu wilayah tertentu, maka dua orang yang bersengketa itu dapat bertahkim kepada seseorang yang dianggap memenuhi syarat. Tahkim (menundukkan diri kepada seseorang yang mempunyai otoritas menyelesaikan masaIah hukum) hanya dapat berlaku apabila kedua belah pihak terlebih dahulu sepakat untuk menerima dan mentaati putusannya nanti, juga tidak boleh menyangkut pelaksanaan pidana, seperti had (ketentuan hukum yang sudah positif bentuk hukumnya) dan ta ‘zir (kententuan hukum yang bentuk hukumnya melihat kemaslahatan masyarakat)
Bila tidak ada Imam, maka penyerahan wewenang untuk pelaksanaan peradilan dapat dilakukan oleh ahlu al-hally wa al-aqdi (lembaga yang mempunyai otoritas menentukan hukuman), yakni para sesepuh dan ninik mamak dengan kesepakatan. Tauliyah dari Imamah pada dasarnya peradilan yang didasarkan atas pelimpahan wewenang atau delegation of authority dari kepala negara atau orang-orang yang ditugaskan olehnya kepada seseorang yang memenuhi persyaratan tertentu. Dengan mengikuti ketiga proses pembentukan peradilan tersebut di atas, dapatlah diduga bahwa perkembangan qadla al- syar’i (peradilan agama) di Indonesia dimulai dari periode TAHKlM,- yakni pada permulaan Islam menginjakkan kakinya di bumi Indonesia dan dalam suasana masyarakat sekeliling belum mengenal ajaran Islam, tentulah orang-orang Islam yang bersengketa akan bertahkim kepada ulama yang ada. Kemudian setelah terbentuk kelompok masyarakat Islam yang mampu mengatur tata kehidupannya sendiri menurut ajaran barn tersebut atau di suatu wilayah yang pemah diperintah raja-raja Islam, tetapi kerajaan itu punah karena penjajahan, maka peradilan Islam masuk ke dalam periode tauliyah (otoritas hukum) oleh ahlu al-hally wa al- aqdi. Keadaan demikian ini jelas terlihat di daerah-daerah yang dahulu disebut daerah peradilan adat, yakni het inheemscherechtdpraak in rechtsstreeks bestuurd gebied atau disebut pula adatrechtspraak. Tingkat terakhir dari perkembangan peradilan agama adalah periode tauliyah dari imamah (otoritas hukum yang diberikan oleh penguasa), yakni setelah terbentuk kerajaan Islam,maka otomatis para hakim diangkat oleh para raja sebagai wali al-amri (Daniel S. Lev: 1-2).
Pengadilan Agama Klaten mulai eksis bersamaan dengan lahirnya Undang - Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Peradilan Agama dan Peradilan Desa. Kantor Pengadilan Agama Klaten pada saat itu bertempat di komplek Masjid Raya Kabupaten Klaten, Selanjutnya pada tahun 1978 kantor Pengadilan Agama Klaten pindah ke kantor baru di Jalan Samanhudi no 09 Klaten dengan luas tanah 2120 meter persegi yang direhab dengan menggunakan dana DIPA PTA Semarang Tahun Anggaran 2007, dan diresmikan penggunaanya oleh ketua Mahkamah Agung RI (Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H.,M.CL.) pada tanggal 19 Juni 2008 bersamaan dengan peresmian 13 Gedung Pengadilan Agama se Jawa Tengah yang di pusatkan di Pengadilan Agama Mungkid, Kabupaten Magelang Jawa Tengah.
Berita Acara Peresmian Pembangunan dan Rehabilitasi Gedung Kantor PA Klaten : Klik Disini